kasih tak sampai
Kamar kosong dengan laptop menyala lagu padi -kasih tak sampai ku biarkan mengiringi kepedihan hatiku, entah apa yang ku rasakan kini, entah apa yang ku gores dengan penah di tanganku ini. Agar mereka mengerti, supaya mereka sadar aku juga wanita biasa yang butuh kasih sayang.
Namanya radit, pria aneh yang mengejar-ngejarku bukan karena hutang, tapi karena ia mencintaiku. Radit datang mengusik pikiran dan waktu ku dengan seribu janji dan beribu rayuan aku terjebak lagi pada cinta terlarang ini. Karena radit hanya menjadikan aku orang kedua baginya. Cinta pertamanya jesika.
Berkali-kali aku menghindar dengan ganti no hp dan memblokirnya dari akun facebookku. Tapi entah bagaimana caranya. Mungkin lewat teman-temanku atau dukun. Dengan mudahnya dia datang dengan bunga di tangan dan berlutut memohon aku menerima cintanya, aku pun tak kuasa menghindar dari cinta yang akupun ingin merasakan kehadirannya dalam hidupku.
Entah bodoh. Atau aku yang terlalu tolol untuk menghindarinya. Akupun menerima cinta radit untuk kesekian kalinya.
Dan tiga bulan selanjutnya yang terjadi. Aku di labrak jesika, di kampusku sendiri, aku di tantang, di maki dengan kata-kata kasar. Dan itu di depan teman-temanku, entah dimana lagi aku menyembunyikan rasa maluku.
Akupun berharap ada penjelasan lebih dari radit, yang ada aku di pojokan. Aku di tuduh mendekatinya, mencoba memohon cintanya. Disitu aku tak punya pilihan, selain terdiam dengan seribu bahasa. Radit yang aku harapkan untuk menolongku, ikut menyalahkanku, seakan aku yang terlalu mengejar cintanya.
Di sore hari nan sepi, aku tak bisa lagi menyembunyikan tangisku. Di kamar aku termenung sendiri dengan linangan air mata dusta. Menyalahkam diriku.
Suara bel berbunyi, aku menghapus air mata di kedua pipiku, mencuci muka dan mendekati pintu. Jantungku berdebar kencang, entah harus memeluknya atau menamparnya. Radit berdiri dengan sebuah bunga lagi dan sebuah kotak merah di tanganya. Kami terdiam saling memandang untuk sebentar lamanya.
Aku mencoba menutup pintu, mengintip dari jendela sosok itu belum juga pergi. Aku menyibukan diri, seakan tak mengangapnya ada dan mencoba menepis keraguanku untuk secepatnya memeluknya. Antara cinta dan benci melandaku.
Mungkin hampir 2 jam ia menunggu di depan pintu. Hujan di luar semakin derasnya. Dan yang terjadi. Aku semakin luluh, rasa cinta, kasihan dan benci berlari menusuk otak ku, aku berlari dan membuka pintu serta memeluk tubunya erat. “maafkan aku mayang, akupun tak bisa menghindar dari jesika, tapi begitupun dirimu, sungguh aku binggung harus menentukan.” kata radit terisak.
Beribu kata aku terdiam dan menunggu hal yang selanjutnya. Kami berpelukan lama di bawah rintik hujan membawa semua tangisku. Luluhkan lagi hatiku yang beku. “jahat sekali radit, kenapa tega kau membuatku menangis lagi” kataku yang di respon radit dengan belaian hangat di rambutku
Aku diam-diam kembali pacaran dengan radit, tentunya aku hanya jadi pacar kedua radit, kadang aku juga ingin menjadi yang pertama, merasakan cinta yang katanya indah. Aku berusaha menjadi kekasih yang baik bagi radit, walau yang kedua. Jesika kenapa tak melepaskan radit saja, akupun wanita yang ingin merasakan cinta. Jahat sekali jesika di mataku.
Cintaku sedalam lautan, setinggi langit di angkasa, seandainya saja radit dapat merasakan getarannya itu, maka ia pasti runtuh karenanya.
Hari demi hari sampai hampir 5 bulan, kami diam-diam pacaran tanpa sepengetahuan jesika, dan kehangatan itu sirna, setelah jesika membaca sms mesra yang ku kirim ke hp radit.
“ya, untuk terakhir kalinya ku berjanji tak akan lagi berhubungan dengan radit, setelah tamparan dan cacian nakal yang tak sepantasnya di lontarkan mahasiswi seperti jesika, tapi aku juga bisa mengerti kegelisahan hatinya, rasa cintanya pada radit.
Apalagi dengan entengnya, dengan mudah radit memaksaku untuk berbohong kalau aku yang membelikannya cincin serta mencoba memisahkan kehangatan di antara dia dan jesika bukan membelaku.
Aku pergi dalam diam. Termenung sendiri, setelah sakit hatiku, kata kasar dan tamparan deras membirukan pipiku, membuatnya mendapat beberapa jahitan, aku ingin melawan, tapi di saat itu, orang yang kusayangi balik menyerangku, menuduh, mencaci maki dengan segala tingkah nakal yang membuat kekuatan ku sirna.
Aku hanya terdiam bagai orang bodoh, merasakan setiap tikaman dan derasnya rasa sakit, pilu menghuni mendera tubuhku.
Di kamar kosong ini, lagu padi telah berakhir dengan matinya listrik, karena sambaran petir
Aku melangkah pergi ke pintu, mengintip seseorang wanita berdiri
Aku membuka pintu, dan wanita itu menyerahkan sebuah surat undangan radit dan jesika.
Aku terdiam tanpa makna, berdiri terpaku penuh emosi. Entah kapan wanita itu pergi, aku menutup pintu, lebih tepatnya di banting.
Aku berlalu di depan pernikahan radit dan jesika, mengintip kehangatan mereka dari balik persembunyian dengan kerudung hitam. Melangkah pergi dalam duka. Menunggu keajaiban tuhan. Untuk memulihkan hatiku yang sepi, memberinya sedikit kehangatan. Untuk bangkit kembali walau dengan cinta yang lain
Namanya radit, pria aneh yang mengejar-ngejarku bukan karena hutang, tapi karena ia mencintaiku. Radit datang mengusik pikiran dan waktu ku dengan seribu janji dan beribu rayuan aku terjebak lagi pada cinta terlarang ini. Karena radit hanya menjadikan aku orang kedua baginya. Cinta pertamanya jesika.
Berkali-kali aku menghindar dengan ganti no hp dan memblokirnya dari akun facebookku. Tapi entah bagaimana caranya. Mungkin lewat teman-temanku atau dukun. Dengan mudahnya dia datang dengan bunga di tangan dan berlutut memohon aku menerima cintanya, aku pun tak kuasa menghindar dari cinta yang akupun ingin merasakan kehadirannya dalam hidupku.
Entah bodoh. Atau aku yang terlalu tolol untuk menghindarinya. Akupun menerima cinta radit untuk kesekian kalinya.
Dan tiga bulan selanjutnya yang terjadi. Aku di labrak jesika, di kampusku sendiri, aku di tantang, di maki dengan kata-kata kasar. Dan itu di depan teman-temanku, entah dimana lagi aku menyembunyikan rasa maluku.
Akupun berharap ada penjelasan lebih dari radit, yang ada aku di pojokan. Aku di tuduh mendekatinya, mencoba memohon cintanya. Disitu aku tak punya pilihan, selain terdiam dengan seribu bahasa. Radit yang aku harapkan untuk menolongku, ikut menyalahkanku, seakan aku yang terlalu mengejar cintanya.
Di sore hari nan sepi, aku tak bisa lagi menyembunyikan tangisku. Di kamar aku termenung sendiri dengan linangan air mata dusta. Menyalahkam diriku.
Suara bel berbunyi, aku menghapus air mata di kedua pipiku, mencuci muka dan mendekati pintu. Jantungku berdebar kencang, entah harus memeluknya atau menamparnya. Radit berdiri dengan sebuah bunga lagi dan sebuah kotak merah di tanganya. Kami terdiam saling memandang untuk sebentar lamanya.
Aku mencoba menutup pintu, mengintip dari jendela sosok itu belum juga pergi. Aku menyibukan diri, seakan tak mengangapnya ada dan mencoba menepis keraguanku untuk secepatnya memeluknya. Antara cinta dan benci melandaku.
Mungkin hampir 2 jam ia menunggu di depan pintu. Hujan di luar semakin derasnya. Dan yang terjadi. Aku semakin luluh, rasa cinta, kasihan dan benci berlari menusuk otak ku, aku berlari dan membuka pintu serta memeluk tubunya erat. “maafkan aku mayang, akupun tak bisa menghindar dari jesika, tapi begitupun dirimu, sungguh aku binggung harus menentukan.” kata radit terisak.
Beribu kata aku terdiam dan menunggu hal yang selanjutnya. Kami berpelukan lama di bawah rintik hujan membawa semua tangisku. Luluhkan lagi hatiku yang beku. “jahat sekali radit, kenapa tega kau membuatku menangis lagi” kataku yang di respon radit dengan belaian hangat di rambutku
Aku diam-diam kembali pacaran dengan radit, tentunya aku hanya jadi pacar kedua radit, kadang aku juga ingin menjadi yang pertama, merasakan cinta yang katanya indah. Aku berusaha menjadi kekasih yang baik bagi radit, walau yang kedua. Jesika kenapa tak melepaskan radit saja, akupun wanita yang ingin merasakan cinta. Jahat sekali jesika di mataku.
Cintaku sedalam lautan, setinggi langit di angkasa, seandainya saja radit dapat merasakan getarannya itu, maka ia pasti runtuh karenanya.
Hari demi hari sampai hampir 5 bulan, kami diam-diam pacaran tanpa sepengetahuan jesika, dan kehangatan itu sirna, setelah jesika membaca sms mesra yang ku kirim ke hp radit.
“ya, untuk terakhir kalinya ku berjanji tak akan lagi berhubungan dengan radit, setelah tamparan dan cacian nakal yang tak sepantasnya di lontarkan mahasiswi seperti jesika, tapi aku juga bisa mengerti kegelisahan hatinya, rasa cintanya pada radit.
Apalagi dengan entengnya, dengan mudah radit memaksaku untuk berbohong kalau aku yang membelikannya cincin serta mencoba memisahkan kehangatan di antara dia dan jesika bukan membelaku.
Aku pergi dalam diam. Termenung sendiri, setelah sakit hatiku, kata kasar dan tamparan deras membirukan pipiku, membuatnya mendapat beberapa jahitan, aku ingin melawan, tapi di saat itu, orang yang kusayangi balik menyerangku, menuduh, mencaci maki dengan segala tingkah nakal yang membuat kekuatan ku sirna.
Aku hanya terdiam bagai orang bodoh, merasakan setiap tikaman dan derasnya rasa sakit, pilu menghuni mendera tubuhku.
Di kamar kosong ini, lagu padi telah berakhir dengan matinya listrik, karena sambaran petir
Aku melangkah pergi ke pintu, mengintip seseorang wanita berdiri
Aku membuka pintu, dan wanita itu menyerahkan sebuah surat undangan radit dan jesika.
Aku terdiam tanpa makna, berdiri terpaku penuh emosi. Entah kapan wanita itu pergi, aku menutup pintu, lebih tepatnya di banting.
Aku berlalu di depan pernikahan radit dan jesika, mengintip kehangatan mereka dari balik persembunyian dengan kerudung hitam. Melangkah pergi dalam duka. Menunggu keajaiban tuhan. Untuk memulihkan hatiku yang sepi, memberinya sedikit kehangatan. Untuk bangkit kembali walau dengan cinta yang lain